Kebijakan Kurangi Impor Dinilai Tak Efektif
Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kembali merumuskan roadmap atau kebijakan baru untuk mengurangi impor bahan baku, bahan penolong, dan mesin-mesin yang selama ini dinilai masih tinggi. Langkah ini dinilai lantaran kebijakan yang sudah diterapkan tahun lalu tidak memiliki dampak banyak.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan pada 2013, pemerintah sudah merumuskan kebijakan-kebijakan yang dinilai bisa mengurangi impor dan meningkatkan ekspor.
Adapun salah satu contoh kebijakannya adalah dengan mengeluarkan aturan yang mengerek tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 menjadi 7,5%, sebelumnya, tarif PPh 22 yang berlaku adalah 2,5%.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan rencana penaikan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil penumpang di atas 3.000 cc. Bahkan pemerintah juga berjanji mempermudah investasi yang mendorong industri hulu atau bahan baku di dalam negeri.
“Tetapi saya rasa yang kemarin itu tidak begitu berdampak signifikan. Saya pikir itu alasan pemerintah untuk menyusun kebijakan yang baru lagi,” kata Sofjan kepada Bisnis di Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Meski begitu, pihaknya optimistis rumusan yang sedang dibuat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian bisa berjalan lebih baik dibandingkan yang sebelumnya. Pasalnya, tahun ini, kebijakan tersebut didukung oleh UU No.3/2014 tentang Perindustrian dan UU Perdagangan.
“UU Perindustrian akan memperkuat, seharusnya tahun ini bisa lebih baik. Hanya itu pegangan sekarang, soalnya kalau terbosoan lain sudah sulit dilakukan pemerintah. Sebab itu, saya mendesak agar seluruh aturan pelaksana UU Perindustrian bisa segera diterbitkan,” tambah Sofjan.
UU Perindustrian memiliki poin-poin yang bisa membantu Indonesia lebih mandiri dan mengurangi impor. Mulai dari rencana pembangunan dan pengembangan industri hulu, jaminan ketersediaan sumber daya alam, dukungan pemerintah (fiskal dan non fiskal), da peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Meski tidak berdampak signifikan, sebenarnya defisit neraca perdagangan sudah bisa ditekan.Berdasarkan data Kemenperin, nilai ekspor produk industri pada 2013 mencapai US$113,03 miliar, sedangkan impor produk industri sepanjang 2013 adalah US$131,4 miliar.
Meskipun impor produk industri masih lebih tinggi dari ekspor, defisit neraca perdagangan industri telah ditekan dari US$23,61 miliar pada tahun 2012 menjadi US$18,37 miliar pada tahun 2013.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan Kemenperin tengah melakukan rapat internal merumuskan kebijakan untuk bisa mengurangi impor bahan baku, bahan penolong dan mesin-mesin. Saat ini, pihaknya tengah melakukan inventarisasi sektor-sektor yang memiliki potensi impor cukup tinggi.
Hal ini dilakukan agar dalam 5 tahun ke depan, impor industri, khususnya bahan baku bisa dikurangi. “Sekitar 2 minggu lagi Kemenperin mau raker sama Kemenkeu, kami akan presentasi mengusulkan beberapa kebijakan dan impor apa aja yang bisa ditekan,” ujar Hidayat.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan pada 2013, pemerintah sudah merumuskan kebijakan-kebijakan yang dinilai bisa mengurangi impor dan meningkatkan ekspor.
Adapun salah satu contoh kebijakannya adalah dengan mengeluarkan aturan yang mengerek tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 menjadi 7,5%, sebelumnya, tarif PPh 22 yang berlaku adalah 2,5%.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan rencana penaikan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil penumpang di atas 3.000 cc. Bahkan pemerintah juga berjanji mempermudah investasi yang mendorong industri hulu atau bahan baku di dalam negeri.
“Tetapi saya rasa yang kemarin itu tidak begitu berdampak signifikan. Saya pikir itu alasan pemerintah untuk menyusun kebijakan yang baru lagi,” kata Sofjan kepada Bisnis di Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Meski begitu, pihaknya optimistis rumusan yang sedang dibuat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian bisa berjalan lebih baik dibandingkan yang sebelumnya. Pasalnya, tahun ini, kebijakan tersebut didukung oleh UU No.3/2014 tentang Perindustrian dan UU Perdagangan.
“UU Perindustrian akan memperkuat, seharusnya tahun ini bisa lebih baik. Hanya itu pegangan sekarang, soalnya kalau terbosoan lain sudah sulit dilakukan pemerintah. Sebab itu, saya mendesak agar seluruh aturan pelaksana UU Perindustrian bisa segera diterbitkan,” tambah Sofjan.
UU Perindustrian memiliki poin-poin yang bisa membantu Indonesia lebih mandiri dan mengurangi impor. Mulai dari rencana pembangunan dan pengembangan industri hulu, jaminan ketersediaan sumber daya alam, dukungan pemerintah (fiskal dan non fiskal), da peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Meski tidak berdampak signifikan, sebenarnya defisit neraca perdagangan sudah bisa ditekan.Berdasarkan data Kemenperin, nilai ekspor produk industri pada 2013 mencapai US$113,03 miliar, sedangkan impor produk industri sepanjang 2013 adalah US$131,4 miliar.
Meskipun impor produk industri masih lebih tinggi dari ekspor, defisit neraca perdagangan industri telah ditekan dari US$23,61 miliar pada tahun 2012 menjadi US$18,37 miliar pada tahun 2013.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan Kemenperin tengah melakukan rapat internal merumuskan kebijakan untuk bisa mengurangi impor bahan baku, bahan penolong dan mesin-mesin. Saat ini, pihaknya tengah melakukan inventarisasi sektor-sektor yang memiliki potensi impor cukup tinggi.
Hal ini dilakukan agar dalam 5 tahun ke depan, impor industri, khususnya bahan baku bisa dikurangi. “Sekitar 2 minggu lagi Kemenperin mau raker sama Kemenkeu, kami akan presentasi mengusulkan beberapa kebijakan dan impor apa aja yang bisa ditekan,” ujar Hidayat.