INILAH.COM, Jakarta – Suku bunga kredit bank dinilai masih bisa ditekan lebih rendah. Apalagi, net interest margin (NIM) bank di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Jika bunga terlalu tinggi, pertanda monopoli pasar.
Ekonom Universitas Ma Chung Malang Moch Doddy Arifianto mengatakan, rata-rata suku bunga kredit perbankan saat ini di level 13% berada dalam level terendah dalam sejarah. Hanya saja, menurutnya, level tersebut bisa ditekan lebih rendah lagi. Sebab, net interest margin (NIM) perbankan Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia di kisaran 5,5%.
Doddy memaklumi NIM mencerminkan risiko kredit di samping opportunity cost. Karena itu, NIM bisa ditekan ke bawah 5%. Sebab, rata-rata NIM di Asean hanya 3-4%. "Hanya saja, memang NIM di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan NIM Asean. Jadi, NIM bisa ditekan ke bawah , tapi tidak tidak bisa menyamai Asean," katanya kepadaINILAH.COM, di Jakarta, Senin (13/6).
Dia menjelaskan, NIM 5,5% mencerminkan risiko kredit di Indonesia. Risiko kredit, perusahaan-perusahaan Indonesia lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Malaysia. "Jadi, saya bisa memaklumi NIM di level 5,5%, cuma angka itu sebenarnya masih bisa ditekan ke bawah jika perbankan tidak boros dalam operational cost-nya," imbuh Doddy.
Untuk special rate, lanjutnya, bunga deposito mencapai 8%. Sedangkan BI rate saat ini di level 6,75%. Karena itu, rata-rata bunga deposito di level 7-7,5% sehingga rata-rata suku bunga kredit di level 13%. "Artinya, NIM perbankan di level 5,5%," ucapnya.
Menurutnya, Bank Indonesia sudah berupaya menekan NIM perbankan dengan mewajibkan perbankan mengumumkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Setelah diumumkan setiap bulannya, lalu ada beberapa bank yang tidak mau menurunkan suku bunga dasarnya sesuai rata-rata perbankan, akan menjadi terjadi titik temu (convergent).
Setelah itu, suku bunga SBDK akan sama. Paling tidak, perbedaannya tidak terlalu nyata, mencolok, antara bank yang satu dengan lainnya. Menurutnya, jika suku bunga bank mencolok terlalu tinggi, menandakan adanya monopoli kekuatan pasar. "Ini akan menjadi dasar BI untuk melakukan kebijakan lebih lanjut atas bank bersangkutan," ungkapnya.
Asal tahu saja, data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) BI pada Januari 2011, mencatat, NIM kelompok bank pembangunan daerah (BPD) mencapai 8,5%. Angka ini yang tertinggi dibanding kelompok bank lain lantaran sebagian besar kredit BPD adalah kredit konsumsi, yang memungut suku bunga tinggi.
Bandingkan dengan NIM kelompok bank-bank BUMN yang hanya sebesar 5,69% atau NIM Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) yang hanya 5,44%. Sementara, kelompok bank campuran mencatat NIM 4,16% dan kelompok bank asing mencatat NIM terendah, yakni sebesar 3,47%.
Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) tengah memverifikasi laporan 43 bank terkait penerapan Suku Bunga Dasar kredit (SBDK). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi di industri perbankan yang saat ini dinilai BI 'boros' atau tidak efisien.
Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso mengemukakan, dari total 120 bank yang ada di Tanah Air, belum semua memiliki pemahaman yang sama terkait dengan SBDK tersebut. "Padahal BI sendiri akan menggunakan SBDK sebagai acuan menilai tingkat efisiensi suatu bank berdasarkan peer groupnya nanti," ucapnya.
Verifikasi yang dilakukan BI adalah melihat komponen biaya mana yang bisa diefisienkan. Dalam hal ini masing-masing bank memiliki strategi yang berbeda. "Apakah dari sisi IT (teknologi informasi), pegawainya, skill predict-nya (kemampuan memprediksi risiko) sehingga itu cost-nya bisa turun. Itu semua dalam proses efisiensi lewat SBDK itu," imbuhnya.
BI terus melakukan pemanggilan semua bank untuk mengawal proses SBDK tersebut, yang efektif dijalankan per 31 Maret 2011. Khusus untuk 43 bank dengan nilai aset lebih dari Rp10 triliun itu wajib mengumumkan SBDK kepada masyarakat lewat saluran-saluran yang telah ditentukan seperti website, koran, dan di kantor-kantor cabang. [mdr]
Sent from my mobile phone